Polda Jatim Geledah Kantor Dishub

16.41 Posted In Edit This 0 Comments »


SURABAYA - Penyelidikan kasus pungutan liar (pungli) di UPT PKB (unit pelaksana teknis pengujian kendaraan bermotor) Wiyung benar-benar merambah ke Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya. Tim satpidkor (satuan pidana korupsi) tidak hanya memeriksa Kepala Dishub Bunari Mushofa. Mereka juga mengobok-obok kantor dinas tersebut untuk mencari tambahan barang bukti.

Ketika mendatangi kantor dishub di kawasan Menanggal, polisi juga membawa serta Bunari. "Kami hanya mencari tambahan bukti dalam kasus ini. Maka, kami mendatangi kantor dishub,'' kata Direktur Reserse Kriminal (Direskrim) Polda Jatim Kombespol Edi Supriyadi.



Pukul 16.10, rombongan polisi yang membawa Bunari tiba di kantor dishub. Ada dua kendaraan yang parkir di halaman kantor yang terletak di belakang kompleks Graha Pangeran tersebut. Yakni, Toyota Kijang bernopol AD 8989 NB dan truk milik Ditsamapta Polda Jatim bernopol 1370-X.

Bunari, ternyata, tidak menumpang mobil Kijang. Dia justru naik truk yang biasa digunakan untuk kendaraan angkut pasukan dalmas atau mengangkut tersangka, PSK (pekerja seks komersial), serta gelandangan yang terjaring razia.

Begitu turun dari truk, Bunari dikawal ketat beberapa polisi. Sebagian berpakaian preman, sebagian lagi menggunakan seragam dinas. Dia lantas digiring ke ruang kerjanya di lantai dua kantor dishub. Pada saat bersamaan, beberapa penyidik menggeledah ruangan lain. Ada yang mencari dokumen di bagian kepegawaian, ada pula yang memeriksa berkas perizinan. Sayang, hingga tadi malam, polisi masih merahasiakan temuan mereka di kantor dishub.

Sebelum menggeledah kantor dishub, penyidik satpdikor lebih dahulu memeriksa Bunari. Polisi juga memintai keterangan mantan Kadishub Mas Bambang Suprihadi. Keduanya diperiksa sebagai saksi atas kasus pungli di UPT PKB Wiyung.

Bambang datang lebih awal dibandingkan Bunari. Dia diperiksa mulai pukul 08.00. Namun, hingga pukul 18.00, pemeriksaan terhadap mantan orang nomor satu di Dishub Surabaya itu belum selesai. Bunari baru tiba di Polda Jatim sekitar pukul 11.00. Tetapi, dia baru masuk ke ruang penyidik untuk menjalani pemeriksaan sekitar pukul 12.30.

Sebenarnya, Bunari telah menunjuk pengacara Syaiful Maarif untuk mendampinginya dalam pemeriksaan di polda. Namun, kemarin (29/1) Bunari belum bisa didampingi pengacara selama memberikan keterangan. Sebab, statusnya masih sebatas saksi. "Aturannya memang begitu. Kalau saksi, tidak boleh didampingi," tegas Syaiful.

Di sela-sela pemeriksaan, Bambang dan Bunari bertemu di kantin Polda Jatim. Namun, keduanya enggan berkomentar ketika ditanya seputar pertanyaan-pertanyaan penyidik. "No comment. Tanyakan saja kepada penyidik," kata Bunari.

Pemeriksaan Bunari dan Bambang dilakukan setelah ada indikasi aliran dana pungli di UPT PKB mengalir ke dishub. Dana tersebut disetorkan oleh karyawan bagian TU. Pegawai UPT PKB yang telah dimintai keterangan mengakui bahwa selama ini dirinya ditugasi menyetor dana ke dishub. Namun, belum jelas apakah dana setoran itu masuk ke rekening pribadi Bunari atau masuk ke kas kantor dishub.

Hingga tadi malam, penggeledahan belum selesai. Syaiful selaku kuasa hukum Bunari juga belum bersedia dimintai komentar tentang keputusan polisi yang mengeler dan menggeledah kantor kliennya itu. ''Kami ikuti saja dulu proses yang dilakukan kepolisian. Kami masih perlu mempelajari kasusnya," ujar Syaiful.

Seperti diberitakan, Polda Jatim mengadakan operasi khusus di UPT PKB Wiyung untuk mengungkap pungli uji kir pada 15 Januari lalu. Tim satpidkor menangkap hampir seluruh karyawan beserta 40 orang calo yang biasa mangkal di kantor tersebut.

Pungli dilakukan melalui kerja sama antara karyawan UPT dan calo. Modusnya, pemilik kendaraan yang akan melakukan uji kelayakan atau kir dibebani biaya tambahan Rp 50 ribu hingga Rp 70 ribu. Dengan dana tersebut, kendaraan tak perlu lagi menjalani tes. Kalaupun ada, itu hanya formalitas.

Penyidikan berkembang ke pungli jenis lain. Di UPT PKB juga ada uang cat. Tiap pemilik kendaraan dibebani biaya Rp 9 ribu. Uang itu digunakan untuk mengecat bagian samping kendaraan yang menjelaskan mengenai berat kendaraan, batas maksimal muatan, hingga masa berlaku kir. Padahal, dana tersebut tidak diperbolehkan oleh peraturan daerah.
Read More..

Raja Gowa Tak Lagi Punya Istana dan Rakyat

07.57 Posted In Edit This 1 Comment »


Di Sulawesi Selatan, pada abadke-13-14, pernah ada kerajaan besar, yakni Kerajaan Gowa. Kini kebesaran Gowa hanya tinggal kenangan, meskipun sang penerus masih ada. Sang penerus itu adalah Putra Mahkota Andi Kumala Andi Idjo Karaeng Lalolang, putra Raja Ke-36 Gowa Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960). Andi Idjo merupakan raja terakhir Gowa, meninggal di Jongaya pada 1978.

Andi Kumala diangkat melalui prosesi sakral, yakni pemilihan dan penjaringan yang serius. Dalam prosesi itu, semua keturunan raja Gowa yang dianggap berkompoten dipertemukan. Selanjutnya, diuji personality-nya oleh sebuah dewan kesatuan di Kerajaan Gowa yang memiliki hak veto, yakni Bate Salapang.

Bate Salapang terdiri atas keturunan sembilan karaeng (raja), yang sebelumnya memegang kekuasaan penuh kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Gowa. Lalu, mereka menyatu dalam kekuasaan Kerajaan Gowa, di bawah pemerintahan Tumanurung (raja pertama Gowa).

Meski Andi Kumala diangkat melalui sebuah prosesi yang rumit, pria 48 tahun itu hanyalah raja yang tak lagi punya kekuasaan dan tak lagi punya rakyat, apalagi istana.

Jadilah Kerajaan Gowa kini sebagai kerajaan yang memiliki nama, pengakuan, namun tidak memiliki daerah kekuasaan, aset, dan juga rakyat.

Segala aset di Kerajaan Gowa telah menjadi milik pemerintah daerah (pemda). Karena itu, Kerajaan Gowa tidak lagi punya otoritas akan segala tanah dan isi alam yang ada di dalamnnya.

Sebab, berdasar UU No 39 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Swatantra di Sulawesi Selatan, Kerajaan Gowa dinyatakan telah dihapus. Sejak itulah, Kerajaan Gowa berubah menjadi Pemkab Gowa.

Puncaknya, pada 1973, status Istana Balla Lompoa yang menjadi tanda kebesaran Kerajaan Gowa selama puluhan tahun berubah menjadi museum.

Lantas, apa yang bisa dibanggakan Andi Kumala sebagai putra mahkota dari kerajaan yang tak lagi punya kekuasaan, istana, dan rakyat? "Kepentingan budaya dan adat," kata Andi yang lulusan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ketika ditemui di rumahnya yang sederhana di Jalan Mangka Dg Bombong, Sungguminasa, Gowa.

Karena itu, dia kini sedang menunggu untuk disakralkan menjadi raja ke-37 Gowa.

Lantas, bagaimana aset dari Kerajaan Gowa dan akan bagaimana bentuk kerajaan itu bila Putra Mahkota Andi Kumala Andi Idjo Karaeng Lalolang telah dinobatkan menjadi raja ke-37 Gowa?

Andi Kumala yang sehari-hari seorang PNS (pegawai negeri sipil) menuturkan, secara aset, Kerajaan Gowa tidak lagi memiliki kekayaan yang mutlak. Bahkan, menurut dia, Kerajaan Gowa kini hanyalah sebuah simbol. Tanpa memiliki kekuasaan dan rakyat. "Peran kami hanya ikut menjaga kelestarian budaya dan adat," kata bapak lima anak itu.

Kini sehari-harinya Andi Kumala memegang jabatan kepala seksi di Dinas Prasarana Wilayah (praswil) Pemkab Gowa. Berstatus PNS, Andi Kumala mengaku tidak menempatkan diri sebagai putra mahkota, meskipun keabsahannya telah diakui seantero Kabupaten Gowa.

"Meski saya putra mahkota, saya tetap memiliki tugas sebagai pelayan masyarakat. Sebab, sebagai bagian dari Pemda Gowa, kami adalah pengayom," katanya.

Gelar dan juga perlakuan istimewa barulah dibutuhkan Andi Kumala ketika sebuah hajatan budaya dan adat Kerajaan Gowa dilaksanakan. Misalnya, ritual tahunan Accera Kalompoang (upacara pencucian benda-benda pusaka Kerajaan Gowa).

"Ketika saya mengenakan pakaian PNS, saya PNS. Namun, ketika upacara adat dilaksanakan, saya barulah seorang putra mahkota. Status itu hanyalah masalah pengakuan, bukan hal untuk dibanggakan," tuturnya.

Berbicara lebih jauh, Andi Kumala dan juga Abdul Razak Tate Dg Jarung, Ketua Dewan Hadat Bate Salapang Kerajaan Gowa berharap, sekiranya ke depan pemerintah RI dapat lebih memperhatikan kehidupan keluarga keturunan kerajaan/kesultanan yang ada di Indonesia. "Sebab, harus diakui, kehidupan sebagian besar keluarga keturunan kerajaan atau kesultanan di Indonesia, begitupun di Gowa, tidak begitu sejahtera. Bahkan, bisa dikata, sangat pas-pasan," kata Andi Kumala.
Read More..

Raja tanpa Kuasa di Indonesia

07.54 Posted In Edit This 0 Comments »


Di Indonesia, hingga kini tercatat sedikitnya ada 150 kerajaan. Meski ada, sebagian besar rajanya tak lagi punya kekuasaan. Inilah beberapa di antara mereka.
Salah satu dari raja tersebut adalah Sultan Palembang Darussalam, Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. Berkunjung ke istananya di Griya Keraton, Jl Terpedo Palembang, dan bertemu dengan dia, jauh dari kesan formal. Raja berusia 42 tahun itu hidupnya terkesan bebas, tanpa aturan keraton yang kaku.

Para tamu leluasa keluar masuk istananya. Di sana tak ada pengawalan khusus atau tentara keraton yang berjaga-jaga. Tamu yang datang bisa langsung duduk di ruang tamu griya yang luasnya mencapai 1.200 meter persegi itu. Masuk pintu utama, mata akan tertuju ke singgasana Sultan yang disampingnya terdapat foto Sultan dengan pakaian kebesaran khas Palembang.

Sehari-hari Sultan seperti rakyat biasa. Pakai kaus oblong dan rambut panjangnya dibiarkan tergerai sebahu. Plus jenggot tipis menghiasi wajahnya. "Ayo, silakan masuk. Wah, griya lagi berantakan. Ada beberapa bagian yang sedang direnovasi," kata Sultan yang lahir di Palembang, 23 Februari 1966, ketika ditemui Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) di istananya.

Dalam daftar penguasa di Kesultanan Palembang, Iskandar masuk dalam urutan ke-22. Anak keempat dari lima bersaudara pasangan RH M. Harun dan Hj Nyayu Rogayah itu mengaku sebagai keturunan dari tiga sultan yang pernah berkuasa di Palembang. Tiga sultan itu adalah Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminim Sayyidul Imam, Sultan Muhammad Mansyur Jaya Ing Lago, dan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo.

Sehari-hari Sultan memilih sebagai pengusaha ketimbang profesi lain. Dia adalah direktur utama tiga perusahaan: PT Kelantan Sakti, PT Adi Pratama, dan PT Gerindro Utama Mandiri. Selain itu, dia menjadi komisaris di PT Mercury Pratama.

Istrinya, Ratu Anita Soviah, membuka butik pakaian hasil rancangan sendiri. Pasangan Sultan-Ratu Anita dikaruniai empat anak. Mereka adalah M. Arga Bayu, 18; RA Siti Delima Ananda Putri, 14; RA Sahidah Damara Venesia, 11; dan RM Galih Rio Purboyo, 6.

Kehidupan keluarga Sultan sangat harmonis. Dia juga tidak pernah terlibat dalam hiruk-pikuk politik. Ketika ada pemilihan gubernur beberapa waktu lalu, Sultan berhasil menjaga jarak dengan para kandidat. Dia memilih netral. Sultan juga mengaku sempat ditawari DPP Partai Golkar menjadi caleg untuk DPR. Tapi, dia menolaknya secara halus.

"Saya hanya ingin fokus memikirkan kemajuan rakyat Palembang. Melestarikan budaya wong kito dan memperkenalkannya hingga ke luar negeri," kata Sultan bersemangat.

Selain memimpin perusahaan, dalam keseharian Sultan disibukkan dengan menjadi narasumber seminar, mulai pendidikan, membedah buku, hingga mengupas sejarah Kerajaan Palembang Darussalam. Dia juga rajin berkunjung ke daerah dalam upaya meningkatkan ekonomi para petani.

Iskandar tak pernah mempersoalkan mana wilayah kerajaan yang dia pimpin. "Bagi saya Sultan tidak bisa bikin KTP. Kita hanya mitra pemerintah dalam memfilter pengaruh-pengaruh budaya asing. Tapi, harus diingat, keberadaan Sultan di Palembang sangat penting," katanya diplomatis.

Iskandar adalah ketua umum Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam dan ketua Asosiasi Kerajaan dan Kesultanan Indonesia. Dia diangkat berdasarkan musyawarah mufakat oleh 11 zuriat sultan di Palembang beserta zuriat Melayu di Sumsel (Sumatera Selatan) pada 19 November 2006 di halaman dalem Plaza Benteng Kuto Besak.

Kesultanan Iskandar juga direstui oleh ahli nasab Kesultanan Palembang Darussalam, RM Yusuf Prabu Tenaya, yang merupakan zuriat dari Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu bin Sultan Mahmud Badaruddin II. "Jadi, saya bukan diangkat berdasarkan wangsit," kata Iskandar.

***

Meski keturunan raja, kehidupan Iskandar di masa muda sempat terseok-seok. Dia pernah menjadi pengamen, berkeliling dari satu kafe ke kafe lain untuk membiayai kuliah. "Itu terjadi sekitar 15 tahun lalu," ungkap Sultan yang menamatkan kuliah di Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi di Universitas Muhammadiyah Palembang pada 1989 ini.

Dari hasil mengamennya itu, Iskandar berhasil membiayai semua kehidupannya sendiri. "Ayah saya waktu itu usahanya kolaps. Jadi, saya harus mandiri mencari biaya sendiri," katanya. "Gara-gara mengamen, saya sempat menjadi juara festival band," tambahnya.

Sebetulnya, hobi menyanyi Sultan berlanjut hingga sekarang. Hanya, dia tidak lagi menyalurkannya di kafe. "Kalau lagi ada acara, saya sering didaulat nyanyi," katanya lantas tersenyum.

Menurut Sultan, darah seni yang mengalir dalam dirinya menyebabkan dia terobsesi untuk terus melestarikan budaya dan adat istiadat Kesultanan Palembang. Salah satunya masalah bahasa. "Sebagai salah satu keturunan penguasa di Palembang, saya melihat 70 persen adat istiadat di Palembang mulai pudar. Ini yang harus terus dibangkitkan lagi," tandasnya.
Read More..