Proyek Warisan Belum Tuntas

21.36 Posted In Edit This 0 Comments »


DARI ribuan proyek yang akan digarap pemkot pada 2009, beberapa di antaranya adalah warisan tahun sebelumnya. Setidaknya, ada tiga proyek besar yang telah digagas sekitar akhir 2000, tapi hingga kini belum tuntas, malah masuk lagi dalam daftar proyek 2009.

Tiga proyek fenomenal itu adalah tol tengah kota Aloha-Wonokromo-Perak, pelebaran akses menuju MAS (Masjid Al Akbar Surabaya), serta frontage road Jalan Ahmad Yani. Tiga proyek tersebut hingga kini berjalan terseok-seok. Tidak ada seorang pun yang berani menjamin bahwa ketiganya bakal tuntas pada 2009.


Mari kita preview satu per satu proyek macet itu. Proyek frontage road atau jalur kecil pendamping jalan arteri dirancang untuk mengurai kepadatan lalu lintas di Jl A. Yani. Proyek tersebut dibagi dalam tiga tahap. Pertama, membangun jalan antara pertigaan Margorejo hingga perempatan Jemursari (bundaran Dolog). Tahap itu masih menyisakan masalah. Yang pertama, pembebasan 11 kavling milik warga di sisi utara gedung Jatim Expo.

Alasannya klasik, yakni perbedaan harga tanah antara pemilik dan pemkot. Pemkot mengacu pada NJOP (nilai jual objek pajak) yang hanya Rp 100 ribu per meter persegi. Namun, sebagian warga mematok harga Rp 2,5 juta. Sebagai jalan tengah, ditunjuklah PT Sucofindo sebagai tim appraisal independen. Mereka bertugas menentukan harga tanah yang pas.

Masalah kedua dalam tahap pertama tersebut adalah pembebasan lahan di depan IAIN Sunan Ampel. Pembebasan macet karena IAIN meminta ganti rugi dalam bentuk lahan baru alias tukar guling. Padahal, pemkot ngotot hanya bersedia mengganti rugi berupa uang tunai. Wajar IAIN menolak usul itu. Jika ganti rugi diberikan tunai, IAIN bisa jadi tidak mendapatkan bagian karena uang tersebut langsung disetor ke kas negara.

"Kami terus melakukan negosiasi. Karena kendalanya juga terkait mata anggaran," kata Kepala Dinas Bina Marga dan Pematusan (DBMP) Surabaya Sri Mulyono. Dia menjelaskan, dalam APBD 2009 disebutkan bahwa dana proyek tersebut menggunakan istilah pembebasan lahan. Jika membeli lahan baru sebagai ganti tanah IAIN, itu termasuk pengadaan. Bila dipaksakan, Sri khawatir menimbulkan dampak hukum di kemudian hari.

Tahap kedua pembangunan sisi timur tersebut adalah antara pertigaan Jemursari hingga bundaran Waru. Untuk koridor yang satu itu, nyaris separo sudah jadi frontage road. Tahap terakhir, mulai pertigaan Margorejo ditarik ke utara hingga ke RSAL. Tahap tersebut, tampaknya, bakal molor lebih lama lagi. Sebab, mayoritas lahan yang dibebaskan adalah rumah warga.

Tersendatnya pembebasan lahan itu akhirnya berimbas pada proyek tol tengah kota. Proyek yang mulai dibahas sejak 1996 tersebut rencananya dikerjakan PT Margaraya Jawa Tol (MJT). Sesuai konsep awal, tol tengah kota itu akan dimulai dari bundaran Aloha, Sidoarjo. Konstruksinya dibikin di atas jalan yang sudah ada. Rutenya mulai Aloha, A. Yani, lalu belok ke arah timur di depan RSAL dr Ramelan. Selanjutnya, tol akan mengikuti jalur rel kereta api, melintasi Ngagel, dan mulai turun sejajar dengan jalan arteri di Jalan Rajawali dan nyambung dengan Jembatan Suramadu.

Namun, proyek itu kini mandek dan tidak diketahui kapan akan dilanjutkan. Masalah pendanaan dikabarkan menjadi kendala utama yang sulit dipenuhi investor. Maklum, proyek prestisius tersebut membutuhkan investasi sedikitnya Rp 6 triliun. Dampak sosial akibat program relokasi itu diprediksi menjadi kendala yang sulit diselesaikan.

Proyek yang belum selesai lainnya adalah pembangunan akses jalur masuk ke Masjid Al Akbar Surabaya (MAS) dari arah Jl A. Yani. Jalan yang mulai dikerjakan pada 1997 itu terkendala pembebasan lahan.

Karena itu, jangan heran bila ada jalur jalan yang lebar, menyempit, kemudian melebar lagi di sepanjang jalan tersebut. Jalan itu menyempit lantaran masih ada beberapa petak rumah yang berdiri (belum dirobohkan seperti yang lain). Pasalnya, proses jual belinya belum tuntas.

Hingga kini, masih ada empat petak di antara semula enam petak tanah yang belum dibebaskan. Luasnya masing-masing 30,21 meter persegi, 71,96 meter persegi, 33,48 meter persegi, dan 56,50 meter persegi. Alotnya pembebasan itu disebabkan belum adanya kesepakatan harga tanah. Panitia Pembebasan Tanah (P2) Pemkot Surabaya memberikan harga Rp 700 ribu per meter persegi.

Penolakan itu disebabkan nilai jual objek pajak (NJOP) tanah tempat rumah tersebut berdiri saat ini Rp 930 ribu per meter persegi. Bahkan, saat ini nilai pasarannya mencapai Rp 3 juta per meter persegi. Karena itulah, ganti rugi Rp 700 ribu dianggap tidak sesuai dengan harga yang ada saat ini.

Meski pembebasan itu terkendala, pemkot enggan menempuh jalan konsinyasi. Sri Mulyono mengatakan, pemkot hingga saat ini belum mau mengambil langkah tersebut. "Kami masih mencoba bernegosiasi dengan warga," tuturnya beralasan.

0 komentar:

Posting Komentar